Bolehkah Penderita Buta Warna Parsial Bikin SIM? Simak Penjelasannya di Sini!
Jika kamu memiliki kendaraan bermotor dan ingin bepergian, tentu saja kamu harus memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) terlebih dulu agar kamu bisa bebas berkendara. Memiliki SIM hukumnya wajib bagi pengendara yang sudah berusia 17 tahun dan memiliki KTP. Namun jika usia kamu sudah mencapai 17 tahun dan belum juga memiliki SIM, maka siap-siap menanggung risiko saat berkendara di jalan raya.
Kalau memang membuat SIM wajib bagi setiap pengendara yang sudah berusia 17 tahun, lantas bagaimana nasib masyarakat yang memiliki masalah kurang penglihatan, seperti buta warna?
Perlu kamu ketahui, buta warna tidak melulu hanya bisa melihat dua warna hitam dan putih saja. Namun ada juga buta warna parsial atau sebagian, yakni tidak bisa melihat dengan sempurna warna merah-hijau dan biru-kuning. Mungkin kamu juga sering melihat orang yang kesulitasn membedakan warna hijau dan biru.
Seperti dikutip dari oto.detik.com, Kasi SIM Regident Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Lalu Hedwin menjelaskan bahwa masyarakat yang mengalami buta warna tidak bisa memiliki SIM. (artikel terbit di detik 27/06/2020)
"Apabila buta warna parsial maupun total, maka tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Tidak memenuhi persyaratan pada saat pendaftaran," jelas Hedwin.
Ia juga melanjutkan pernyataannya bahwa pemohon yang mengidap buta warna tidak akan lolos pada saat tes kesehatan.
"Ini masuk di dalam tes kesehatan. Tes kesehatan tersebut merupakan ranah dari dokter. Buta warna parsial pun tidak memenuhi persyaratan kesehatan,".
Sebagaimana semuanya telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2012, sehingga keputusan untuk tidak memberikan SIM kepada masyarakat yang mengalami penyakit buta warna bukan tanpa alasan.
Dalam pembagian Persyaratan Kesehatan Pasal 34 dan 35, di antaranya :
Pasal 34
Persyaratan kesehatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, meliputi :
a. kesehatan jasmani, dan
b. kesehatan rohai.
Pasal 35
(1) Kesehatan jasmani, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a, meliputi: a. penglihatan; b. pendengaran; dan c. fisik atau perawakan.
(2) Kesehatan penglihatan, sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a, diukur dari kemampuan kedua mata berfungsi dengan baik, yang pengujiannya dilakukan dengan cara sebelah mata melihat jelas secara bergantian melalui alat bantu snellen chart dengan jarak +/- (kurang lebih) 6 (enam) meter, tidak buta warna parsial dan total, serta luas lapangan pandangan mata normal dengan sudut lapangan pandangan 120 (seratus dua puluh) sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) derajat.
(3) Kesehatan pendengaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diukur dari kemampuan mendengar dengan jelas bisikan dengan satu telinga tertutup untuk setiap telinga dengan jarak 20 cm (senti meter) dari daun telinga, dan kedua membran telinga harus utuh.
(4) Kesehatan fisik atau perawakan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diukur dari tekanan darah harus dalam batas normal dan tidak ditemukan keganjilan fisik.
(5) Dalam hal peserta uji mempunyai cacat fisik, pengukuran kesehatan fisik, sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menilai juga bahwa kecacatannya tidak menghalangi peserta uji untuk mengemudi Ranmor khusus.
(6) Pemeriksaan kondisi kesehatan jasmani, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4), dilakukan oleh dokter yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
(7) Dokter, sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus mendapat rekomendasi dari Kedokteran Kepolisian.
Jadi sebelum membawa mobil atau motor di jalan raya, pastikan kalau kamu sudah memiliki SIM ya.
Posting Komentar untuk "Bolehkah Penderita Buta Warna Parsial Bikin SIM? Simak Penjelasannya di Sini!"